pustaka-hukum.BlogSpot.com
kedudukan tanah dan status hukumnya memeng menjadi sangat penting dikala ini dengan pertumbuhan jumlah penduduk yang semakin pesat namun jumlah tanah tidak bertambah sehingga kerap terjadi tumpang tindih atas kepemiikan sebidang tanah yang menjadi objek sengketa
betapa pentingnya kita perlu mengetahui hukum pertanahan untuk mengantisipasi sengketa di kemudian hari.
memang transaksi yang berhubungan dengan tanah tidak pernah surut terjadi. baik jual beli, sewa menyewa, atau tanah tersebut menjadi anggunan untuk meminjam uang di sejumlah bank
namun kerap kali para pelaku hukum tersebut mendapatkan masalah dalam perjalan waktu mendatang
karna kurangnya pengetahuan mengenai ilmu pertanahan dan staus hukumnya
baik yang bersift sengketa, tumpang tindih kepemilikan, sertifikat ganda, tanah sudah di wakafkan , sertifikat asli tapi palsu dan lain sebagainya
oleh karnaya untuk memberikan perlindungan hukum terhadap kepemilikan tanah pemeritah mengeluarkan UU No 5 tahun 1960 tentang pokok agraria dan peraturn pemerintah No 24 tahun 1997 tentang pendaftaran tanah
yaang mana di pasal 19 ayat (2) UUPA menguraikan bahwa pendaftaran tanah diahiri dengan pemberian surat-surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat
mengenai ketentuan pendaftaranya di atur juga dalam PP No 24 tahun 1997 tentang pendaftaran tanah
untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada pemegang hak atas tanah suatu bidang tanah, satuan rumah susun dan hak-hak lain yang terdaftar, agar dengan mudahdapat membuktikan dirinya sebagai pemegang hak yang bersangkutan, kepada yang bersangkutan diberikan sertifikat hak atas tanah.
pengertian serifikat menurut pasal 1 angka 20 PP No 24 Tahun 1997 penaftaran tanah. sertifikat adalah surat tanda bukti hak sebagai mana dimaksud dalam pasal 19 ayat (2) huruf c UUPA untuk hak atas tanah, hak pengelolaan, tanah wakaf, hak milik atas satuan rumah susun dan hak tanggungan yang masing-masing sudah di bukukan dalam buku tanah yang bersangkutan, pengertian buku tanah menurut pasal 19 PP No 24 Tahun 1997 adalah dokumen dalam bentuk daftar yang memuat data yuridis dan data fisik suatu obyek pendaftaran tanah yang sudah ada haknya
jenis-jenis sertifikat
peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai hak atas tanah, yaitu PP No 24 Tahun 1997 tentang pendaftaran tanah dan PP No 40 Tahun 1996 tentang hak guna usaha, hak guna bangunan dan hak pakai atas tanah. mengenai beberapa jenis serrtifikat yaitu :
1. sertifikat hak milik (SHM)
2. sertifikat hak guna usaha (SHGU)
3. sertifikat hak guna bangunan (SHGB)
4. sertifikat hak pakai
5. sertifikat hak pengelolaan
6. sertifikat tanah wakaf
7. sertifikat hak milik atas satuan rumah susun
8 sertifikat hak tanggungan
sifat pembuktian sertifikat sebagai tanda bukti hak
menurut pasal 32 PP No 24 Tahun 1997 tentang pendaftaran tanah :
(1) seertifikat merupakan surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat mengenai data fisik dan data yuridis yang termuat didalamnya sepanjang data fisik dan data yuridis tesebut sesuai dengan data yang ada dalam surat ukur dan buku tanah yang bersangkutan
(2)dalam hal atas suatu bidang tanah sudah di terbitkan serifikat secara sah atas nama orang atau badan hukum yang memperoleh tanah tersebut dengan itikad baik dan secara nyata menguasainya, maka pihak lain yang merasa mempunyainya hak atas tanah itu tidak dapat lagi menuntut pelaksanaan hak tersebut apabila dalam waktu 5 tahun sejak di terbitkannya sertifikat itu tidak mengajukan keberatan secara tertulis kepada pemegang sertifikat dan kantor pertanahan yang bersangkutan ataupun tidak mengajukan gugatan kepengadilan mengenai penguasaan tanah atau penerbitan sertifikat tersebut.
berdasrkan ketentuan tersebut, dapat disimpulkan bahwa PP No 24 Tahun 1997 tentang pendaftaran tanah menganut sistem publikasi negatif. pada sisteem publikasi negatif negara tidak menjami kebenaran data yang di sajikan. sitem publikasi negatif berarti serifikat hanya merupakan surat tanda bukti hak yang bersifat kuat, bukan bersifat mutlak sehingga data fisik dan data yuridis yang terdapat di sertifikat mepunyai kekuatan hukum dan harus di terima hakim sebagai keterangan yang benar selama dan sepanjang tidak ada alat bukti lain yang membuktikan sebaliknya
sistem publikasi negatif memiliki kelemahan yaitu pihak yang namanya tercantum dalam sebagai pemegang hak dalam buku tanah dan sertifikat selalu menghadapi kemungkinan untuk di gugat oleh pihak lain yang merasa memiliki tanah tersebut. kelemahan tersebut pada umumnya diatasi dengan mengunakan lebaga acqiusitieve verjaring atau adverse possesion namun bukan adat yang menjadi dasar dari hukum agraria yang berlaku di indonesia tidak mengenal lembaga tersebut, solusinya adalah dengan menggunakan lembaga rechtverwerking yang telah dikenal dalam hukum adat kita, lembaga ini mengatur apabila seseorang selamaa sekian waktu membiarkan tanahnya tidaak di garap, lalu tanahnya tersebut di kerjakan oleh orang lain yang memperoleh tanah tersebut dengan itikad baik, maka orang yang membiarkan tanah tersebut dapat kehilangan haknya untuk menuntut tanah tersebut
pasal 32 ayat (2) PP pendaftaran tanah dibuat untuk menutupi kelemahansistem publikasi negatif yang dianaut dalam pasal 32 ayat (1) PP pendaftaran tanah
betapa pentingnya kita perlu mengetahui hukum pertanahan untuk mengantisipasi sengketa di kemudian hari.
memang transaksi yang berhubungan dengan tanah tidak pernah surut terjadi. baik jual beli, sewa menyewa, atau tanah tersebut menjadi anggunan untuk meminjam uang di sejumlah bank
namun kerap kali para pelaku hukum tersebut mendapatkan masalah dalam perjalan waktu mendatang
karna kurangnya pengetahuan mengenai ilmu pertanahan dan staus hukumnya
baik yang bersift sengketa, tumpang tindih kepemilikan, sertifikat ganda, tanah sudah di wakafkan , sertifikat asli tapi palsu dan lain sebagainya
oleh karnaya untuk memberikan perlindungan hukum terhadap kepemilikan tanah pemeritah mengeluarkan UU No 5 tahun 1960 tentang pokok agraria dan peraturn pemerintah No 24 tahun 1997 tentang pendaftaran tanah
yaang mana di pasal 19 ayat (2) UUPA menguraikan bahwa pendaftaran tanah diahiri dengan pemberian surat-surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat
mengenai ketentuan pendaftaranya di atur juga dalam PP No 24 tahun 1997 tentang pendaftaran tanah
untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada pemegang hak atas tanah suatu bidang tanah, satuan rumah susun dan hak-hak lain yang terdaftar, agar dengan mudahdapat membuktikan dirinya sebagai pemegang hak yang bersangkutan, kepada yang bersangkutan diberikan sertifikat hak atas tanah.
pengertian serifikat menurut pasal 1 angka 20 PP No 24 Tahun 1997 penaftaran tanah. sertifikat adalah surat tanda bukti hak sebagai mana dimaksud dalam pasal 19 ayat (2) huruf c UUPA untuk hak atas tanah, hak pengelolaan, tanah wakaf, hak milik atas satuan rumah susun dan hak tanggungan yang masing-masing sudah di bukukan dalam buku tanah yang bersangkutan, pengertian buku tanah menurut pasal 19 PP No 24 Tahun 1997 adalah dokumen dalam bentuk daftar yang memuat data yuridis dan data fisik suatu obyek pendaftaran tanah yang sudah ada haknya
jenis-jenis sertifikat
peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai hak atas tanah, yaitu PP No 24 Tahun 1997 tentang pendaftaran tanah dan PP No 40 Tahun 1996 tentang hak guna usaha, hak guna bangunan dan hak pakai atas tanah. mengenai beberapa jenis serrtifikat yaitu :
1. sertifikat hak milik (SHM)
2. sertifikat hak guna usaha (SHGU)
3. sertifikat hak guna bangunan (SHGB)
4. sertifikat hak pakai
5. sertifikat hak pengelolaan
6. sertifikat tanah wakaf
7. sertifikat hak milik atas satuan rumah susun
8 sertifikat hak tanggungan
sifat pembuktian sertifikat sebagai tanda bukti hak
menurut pasal 32 PP No 24 Tahun 1997 tentang pendaftaran tanah :
(1) seertifikat merupakan surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat mengenai data fisik dan data yuridis yang termuat didalamnya sepanjang data fisik dan data yuridis tesebut sesuai dengan data yang ada dalam surat ukur dan buku tanah yang bersangkutan
(2)dalam hal atas suatu bidang tanah sudah di terbitkan serifikat secara sah atas nama orang atau badan hukum yang memperoleh tanah tersebut dengan itikad baik dan secara nyata menguasainya, maka pihak lain yang merasa mempunyainya hak atas tanah itu tidak dapat lagi menuntut pelaksanaan hak tersebut apabila dalam waktu 5 tahun sejak di terbitkannya sertifikat itu tidak mengajukan keberatan secara tertulis kepada pemegang sertifikat dan kantor pertanahan yang bersangkutan ataupun tidak mengajukan gugatan kepengadilan mengenai penguasaan tanah atau penerbitan sertifikat tersebut.
berdasrkan ketentuan tersebut, dapat disimpulkan bahwa PP No 24 Tahun 1997 tentang pendaftaran tanah menganut sistem publikasi negatif. pada sisteem publikasi negatif negara tidak menjami kebenaran data yang di sajikan. sitem publikasi negatif berarti serifikat hanya merupakan surat tanda bukti hak yang bersifat kuat, bukan bersifat mutlak sehingga data fisik dan data yuridis yang terdapat di sertifikat mepunyai kekuatan hukum dan harus di terima hakim sebagai keterangan yang benar selama dan sepanjang tidak ada alat bukti lain yang membuktikan sebaliknya
sistem publikasi negatif memiliki kelemahan yaitu pihak yang namanya tercantum dalam sebagai pemegang hak dalam buku tanah dan sertifikat selalu menghadapi kemungkinan untuk di gugat oleh pihak lain yang merasa memiliki tanah tersebut. kelemahan tersebut pada umumnya diatasi dengan mengunakan lebaga acqiusitieve verjaring atau adverse possesion namun bukan adat yang menjadi dasar dari hukum agraria yang berlaku di indonesia tidak mengenal lembaga tersebut, solusinya adalah dengan menggunakan lembaga rechtverwerking yang telah dikenal dalam hukum adat kita, lembaga ini mengatur apabila seseorang selamaa sekian waktu membiarkan tanahnya tidaak di garap, lalu tanahnya tersebut di kerjakan oleh orang lain yang memperoleh tanah tersebut dengan itikad baik, maka orang yang membiarkan tanah tersebut dapat kehilangan haknya untuk menuntut tanah tersebut
pasal 32 ayat (2) PP pendaftaran tanah dibuat untuk menutupi kelemahansistem publikasi negatif yang dianaut dalam pasal 32 ayat (1) PP pendaftaran tanah