Tindak pidana Pelecehan seksual atau perbuatan cabul serta undang undang yang mengaturnya

Pelecehan seksual adalah segala tindakan sesuatu tindakan seksul yang tidak di inginkan,
Permintaan untuk melakukan tindakan seksual,tindakan lisan atau fisik atau isyarat yang mengarah pada seksual, yang membut orang merasa tersinggung atas tindakan tersebut, orang akan merasa terintimidasi dalam hal reaksi seperti itu dan masuk akal bahwa tindakan yang dicerminkan telah mengganggu kenyamanan seseorang atas ketidaksopanan pelaku
Dalam kitab undang-undang hukum pidana (KUHP) sebenarnya tidak di kenal istilah pelecehan seksual namun hal itu menurut KUHP lebih di kenal perbuatan cabul yang di atur dalam pasal 289 sampai dengan 296 KUHP. Perbuatan cabul dijelaskan sebagai perbuatan yang melanggar rasa kesusilaan, atau pebuatan lain yang sifatnya keji dan semuanya masuk dalam nafsu birahi kelamin dengan landasan tindakan yang tidak di inginkan oleh korban, misalnya mencium atau meraba bagian bagian sexsual perempuan yang menurutnya perbuatan tersebut sangat tidak pantas untuk dilakukan (mendekati tindakan asusila)
Adanyan ketidak inginan atau penolakan atas apapun bentuk-bentuk perhatian yang besifat seksual dalam hal perbuatan apapun yang mengarah pada seksual seperi siulan, dan kata kata apapun yanh menurut umum adalah wajar namun menurut korban ucapan tersebut tidak dikehendaki maka hal itu bisa masuk dalam kategori pelecehan seksual
Pelaku pelecehan seksual dapat dijerat dengan pasal 289 samapi dengan pasal 296 KUHP setelah bukti bukti dirasa cukup oleh jaksa penuntut umum (JPU) yang akan melakukan dakwaan pada pelaku pelecehan seksual
Pembuktian dalam hukum pidana yaitu termuat dalam pasal 184 UU No 8 tahun 1981 tentang hukum acara pidana (KUHAP) sebagai berikut
1. Keterangan saksi
2. Keterangan ahli
3. Surat
4. Petujuk
5. Keterangan terakwa
Dalam hal terjadi pelecehan seksul  haruslah dilengkapi bukti bukti agar kasus tersebut dapat disidangkan di pengadilan adapun bukti yang harus dilengkapai yaitu minimimal 2 alat bukti berdasarkan ketentuan pasal 184 KUHAP seperti yang di tuliskan di atas
Dalam kasus pencabulan atau pemerkosaan biasanya menggunakan alat bukti visum et repertum.
Visum et repertum yaitu adalah surat keterangan laporan dari seorang ahli mengenai hasil pemeriksaan terhadap sesuatu yang di perikasa menurut keahlianya misal untuk mengetahui adanya tindak pidana penganiayaan seorang saksi ahli yaitu adalah doter yang diberi kewenanagan untuk memeriksa bahwa benar telah terjadi penganiayaan mengunakan benda tumpul hingga mengakibatkan memar pada bagian wajah korban hasil dari pemeriksaan dokter inilah yang dimaksud visum et repertum
Apabila alat bukti dirasa cukup untuk melaporkan tindakan pelecehan tersebut maka segeralah bawa kasus tersebut ke kantor polisi terdekat guna tindakan penyidikan terhadap kasus yang di laporkan untuk memenuhi berkas P21 sebagai bahan jaksa penuntut umum (JPU) untuk disidangkan di pengadilan

mudah mudahan artikel ini bermanfaat bagi pembaca.. Apabila anda menyukai artikel yang kami terbitkan anda boleh klik "ikuti" pada kolom di bagian bawah dekat profill agar tidak ketinggalan artikel artikel dari kami untuk selanjutnya
Salam hangat dari team redaksi hukum indonesia terimakasih atas kunjunganya